Kesenian Dogdog Lojor
 
Kesenian Dogdog Lojor terdapat di masyarakat Kasepuhan Pancer Pangawinan atau Kesatuan Adat Banten Kidul yang tersebar disekitar Gunung Halimun (berbatasan dengan Sukabumi, Bogor dan Lebak). Meski kesenian ini dinamakan Dogdog Lojor, yaitu nama salah satu waditra di dalamnya, tetapi disana juga digunakan Angklung karena ada kaitannya dengan ritual padi. Setahun sekali setelah panen, seluruh masyarakat mengadakan acara sera h taun atau seven taun di pusat kampung adat. Pusat kampung adat tempat kediaman kokolot (sesepuh) tempatnya selalu berpindah-pindah sesuai dengan petunjuk gaib.
 
 
Tradisi penghormatan padi dikalangan masyarakat ini masih dilaksanakan karena mereka termasuk masyarakat yang memegang teguh adat lama. Secara tradisi mereka mengaku sebagai keturunan para pejabat dan prajurit Keraton Pajajaran dalam baresan pangawinan (prajurit bertombak). Masyarakat kasepuhan ini telah menganut agama Islam dan agak terbuka terhadap pengaruh modernisasi, serta hal-hal yang bersifat hiburan dan merupakan kesenangan duniawi yang bisa dinikmatinya. Sikap ini berpengaruh pula terhadap fungsi kesenian yang sejak sekitar tahun 1970-an Dogdog Lojor telah mengalami perkembangan, yaitu digunakan untuk memeriahkan khitanan anak dan acara lainnya.
 
Instrumen yang digunakan dalam Dogdog Lojor ini adalah dua buah Dogdog Lojor dan empat buah Angklung. Keempat buah Angklung tersebut memilki nama, yang terbesar dinamakan Gonggong, kemudian Panembal, Kingking dan Inclok. Tiap instrumen dimainkan oleh seorang pemain sehingga semuanya berjumlah enam orang.
 
Lagu-lagu Dbgdog Lojor diantaranya Lagu Bale Agung, Samping Hideung, Oleng-oleng Panganten, Si Tunggul Kawung, Adulilang dan Adu-aduan. Lagu-lagu ini berupa vokal dengan ritmis Dogdog dan Angklung cenderung tetap.
 
Sedikit berbeda dengan yang pernah tersaksikan pada tahun 1970­an di Kampung Adat Sirnaresmi Kec. Cisolok Kab. Sukabumi. Disini jumlah Angklungnya lebih banyak serta ditampilkan oleh dua kelompok yang seolah-olah berlawanan serta bertanding dalam mempertontonkan keragaman keterampilannya. Secara kompak masing-masing kelompok mempertunjukkan berbagai Iangkah sambil menabuh Angklungnya dan Dogdog Lojor. Mereka meloncat­loncat bersama, bergeser bersama dan berlarian menghindari gangguan kelompok lain. Mereka berlari data pola Oray-orayan serta bermain Ucing-ucingan, sating mengintai dan membuyarkan kelompok lain.
 
Dalam suatu upacara seren taun di Sirnaresmi pada tahun 70-an terlibat dalam Helaran Ngakut Pare. Kemudian setelah Ampih Pare, barisan Dogdog Lojor tampil mempertunjukkan keterampilannya untuk menghibur para pengunjung upacara. Dengan kehadiran Gondang dan Lesung yang berirama menambah menariknya suasana audio-visual didepan mata.
 
Di priangan timur satu-satunya uraian mengenai kehadiran perangkat Angklung Dogdog Lojor adalah di Limbangan Kabupaten Garut. Demikian menurut keterangan I. Kusnadi Penilik Kebudayaan Kandepdikbud Kec. Limbangan Kab. Garut.
 
Kesenian Dogdog Lojor ini sejak tahun 1900 telah ada di Desa Sukadana Kec. BL. Limbangan Kab. Garut. Oleh seorang warga kampung tersebut yang bemama Bapak Abdul.
 
Menurut cerita istilah Dogdog Lojor ini tercipta karena alat atau waditra yang dipergunakan berupa Dogdog panjang yang terbuat dari pohon jambe (pinang) dan dilengkapi oleh sebuah Angklung serta Kohkol untuk Iebih menyemarakan suara.
 
Menurut kepercayaan pendudu setempat kesenian ini dimaksudkan untuk memohon kepada Yang Maha Kuasa agar diturunkan hujan bila saat musim kemarau tiba, sambil memandikan seekor kucing dan diarak secara beramai-ramai. Namun sekarang kesentan ini hanya merupakan sarana hiburan baik secara perorangan maupun pada acara-acara formal atau hari libur Nasional.
 
Sekitar tahun 1930-an, Bapak Abdul meninggal dunia dan kesenian ini hanya dilanjutkan oleh putranya yaitu Bapak Harun (80 tahun) yang masih ada sampai sekarang.
 
Kesenian Dogdog Lojor ini didukung oleh 8 orang pemain antara lain
 
- Dua orang pemain Angklung
 
- Tiga orang pemain Dogdog panjang (lojor)
 
- Dua orang pemain Kohkol
 
- Satu orang pemain Keprak sebagai pelengkap
 
Lama pertunjukkan ini rata-rata 1-2 jam apabila dipertunjukkan untuk umum, akan tetapi dapat diperpendek apabila pertunjukkan untuk acara­acara yang Nasional seperti HUT Kemerdekaan RI.
 
Sementara busana yang dikenakan oleh pemainnya yaitu baju takwa, celana sontog dan totopong. Demikian uraian singakt mengenai Dogdog Lojor yang ada di wilayah Kampung Sukadana Kec. BL. Limbangan Kab. Garut. Sungguh disayangkan apabila seni ta/ari (tardisional) ini akan lenyap tergerus oleh jaman yang tidak lagi mendorong kelestariannya (talari paranti) sebagai pusaka budaya Sunda